KARNO TINANDING PAMOR BIREH (DAL),
Dhapur Karno Tinanding atau sering juga disebut Karno Tanding, merupakan salah satu dhapur keris lurus yang cukup populer. Panjang
bilahnya sedang, memakai sogokan rangkap, sraweyan, dan wadidang serta greneng di depan dan belakang. Tetapi ada pula yang menyebutkan dhapur Karno Tinanding tidak memakai greneng melainkan kembang kacang dan satu lambe gajah di gandik depan dan belakang, di tengah sor-soran ada sogokan rangkap, bilahnya memakai ada-ada dan gusen. Sedangkan satu versi lainnya memakai ada-ada, tikel alis, 2 lambe gajah di depan dan belakang, 2 pejetan, tanpa sogokan. Dalam masyarakat perkerisan semua versi ini diakui sebagai keris dhapur Karno Tinanding.
Keris ini melambangkan sifat kesatria sejati yang menjunjung tinggi harga diri dan tanggung jawab yang dipikulnya, untuk selalu setia dan melaksanakan amanat yang dipercayakan kepadanya. Filosofi dhapur ini adalah tentang sebuah prinsip hidup seorang kesatria sejati. Tuah Keris Karno Tinanding adalah untuk kewibawaan, keberanian, ketegasan dan jiwa kesatria sesuai dengan wujud dan namanya.
Karno Tanding merupakan bagian dalam cerita perang Baratayuda di Padang Kurusetra yang menceritakan pertempuran dua senopati pilih tanding yaitu Arjuna dari Madukoro sebagai panglima perang Negara Amarta melawan Adipati Basukarno dari Awonggo sebagai panglima perang Negara Astina.
Arjuno/Janoko adalah anak dari Kunti Nalibronto dengan Raja Astina Pandu Dewonoto. Sedangkan Basukarno/Karno adalah anak dari Kunti Nalibronto dengan seorang Dewa bernama Bethoro Suryo atau Dewa Matahari.
Jauh sebelum Kunti Nalibronto bersuami, dia pernah bermain-main dengan Aji Pameling (sebuah kesaktian yang mampu mendatangkan siapapun yang dikehendaki), sehingga datanglah Bethoro Suryo. Karena Melihat kemolekan tubuh Kunti, Bethoro Suryo jatuh hati dan akhirnya Kunti mengandung seorang bayi yang kemudian di lahirkan dari telinganya, kemudian anak tersebut diberi nama "KARNO" yang artinya telinga.
Sebagai seorang putri Raja besar, Kunti merasa malu karena melahirkan seorang anak padahal dia belum bersuami. Akhirnya anak tersebut di larung di sungai Gangga. Bayi Karno kemudian diketemukan dan dirawat oleh seorang kusir kerajaan bernama Adiroto.
Karno tumbuh menjadi Satria yang tangguh dan memiliki keahlian dalam memanah, dia-pun muncul pada waktu pendadaran siswa di Padepokan Sukolimo.
Kemampuan Karno dalam memanah bisa menyamai kemampuan Arjuno dalam memanah, tapi sayannya dia tidak bisa ikut berlatih di Padepokan Sukolimo (Padepokan Resi Durno) karena bukan keturunan bangsawan.
Karno-pun di usir dari ajang pendadaran siswa Padepokan Sukolimo karena bukan darah bangsawan. "Kamu hanya anak seorang kusir" kata Arjuno.
Karno merasa malu dan menjadi rendah diri kemudian pergi. Kabar bahwa Karno adalah satu-satunya Satria yang mampu menandingi kecepatan panah Arjuno terdengar sampai ke telinga Prabu Duryudono Raja Astina.
Karno-pun dicari oleh Prabu Duryudono dan di angkat menjadi Adipati di Awonggo, sebuah Kadipaten di bawah kekuasaan Astina, sehingga akhirnya Karno bisa berlatih di Padepokan Sukolimo.
Karno Tanding menceritakan sebuah Pertempuran dua saudara kandung satu ibu tapi lain ayah. Keduanya sama-sama sakti, sama-sama ahli memanah, sama-sama memiliki senjata sakti dari Dewa. Kunti Nalibronto hanya bisa meneteskan air mata melihat kedua putranya saling bertempur.
Sebelum pertempuran Baratayuda dimulai, kedua kesatria ini pernah di pertemukan oleh Ibunya. Kunti yang lembut dan bijaksana sampai rela bersimpuh di kaki Karno meminta ampun atas penderitaan Karno karena telah dibuangnya dan memohon agar Karno mau bergabung dengan saudaranya di Pandawa atau Amarta.
Kunti tau jika pertempuran Baratayuda benar-benar terjadi, maka hanya Karno-lah yang mampu menghadapi Arjuno, itu artinya kedua putranya akan saling berhadapan di arena peperangan. Tapi dengan sikap yang arif dan penuh hormat, Karno memohon maaf pada ibunya karena tidak bisa memenuhi permintaannya untuk bergabung dengan Pandawa, karena Karno adalah kesatria sejati yang pantang berkhianat demi keluarga bahkan ibunya sekalipun.
Sebagai seorang kesatria sejati Karno tidak akan menghianati kepercayaan Prabu Duryudono yang telah mempercayainya dan mengangkat derajadnya dari hanya seorang anak seorang kusir, kini dia hidup penuh kemewahan dan kehormatan dengan menjadi Adipati Awonggo. Semua itu karena jasa Prabu Duryudono.
Jadi apapun yang terjadi, Karno akan tetap setia pada Prabu Duryudono karena haya Prabu Duryudono yang mau memberikan kepercayaan sebesar itu kepada Karno yang dulu selalu disepelekan karena dia hanya anak dari seorang kusir.
Dari cerita tersebut maka dapat di ambil sebuah pelajaran dari Keris Karno Tanding/Karno Tinanding, bahwa Manusia harus senantiasa bersikap kesatria seperti sifat Karno yang tidak pernah melupakan asal-usulnya dan tetap setia pada siapa yang telah memberi kepercayaan dan mengangkat derajadnya. Meskipun hatinya pedih karena harus berperang melawan saudaranya sendiri.
PAMOR BIRE/BIREH, pamor yang sangat langka dimana bentuk gambaran pamornya seperti daun bire/bireh (madura) atau daun sente (jawa), sejenis talas-talasan. Ada juga yang menafsirkan pamor yang berbentuk seperti gendagan huruf latin V dan A ini sejatinya merupakan Huruf Hijaiyah ‘Dal‘ bolak-balik, yang arti religiusnya sungguh dahsyat, yakni: “pemilik segala keagungan dan kemuliaan”. Pamor bire tergolong pamor mlumah rekan (rekaan), yakni pamor yang dibuat sesuai dengan rancangan sang Empu. Ditinjau dari segi tuah atau angsarnya pamor bire juga menarik. Menurut sebagian pecinta keris, keris dengan pamor bire mempunyai tuah “ke luar” untuk menunjang perbowo (kewibawaan), juga “ke dalam” agar dapat menempuh rumah tangga yang harmonis sakinah, mawadah, waromah. Penampilannya yang ekstentrik, kepercayaan menyangkut angsar/tuahnya serta karena faktor kelangkaannya, menjadikan pamor ini menjadi salah satu pamor yang menjadi incaran ‘khusus’ para kolektor. Banyak digandrungi terutama oleh masyarakat perkerisan Jawa Timur dan sekitarnya.
DAL (د), Huruf DAL mewakili dari akhiran Huruf Dal dalam Surat Al Ikhlas, Huruf Dal dalam Surat Al Ikhlas merupakan makna dari Tauhid (Mengakui Ke-Esa an Allah). Dalam ajaran Islam, tauhid adalah konsep yang sangat penting dan menjadi dasar iman bagi umat Muslim. Dalam tafsir oleh Kemenag telah dijelaskan bahwa pada ayat ini Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad menjawab pertanyaan kaum musyrik yang menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah yang Maha Esa.
Tidak ada sekutu bagi-Nya dan Allah SWT tidak terbilang dalam nama, sifat dan ketuhanan-Nya. Allah juga tempat meminta segala sesuatu. Dia Maha Pencipta, Maha Kaya, dan Maha Kuasa. Dia tidak memerlukan yang lain, sedangkan semua makhluk bergantung kepada-Nya.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya surah Al-Ikhlas sebanding (dengan) sepertiga Al Quran.”
Surat Al-Ikhlas sebanding (dengan) sepertiga Al Quran, hal ini karena pembahasan (isi kandungan) Alquran terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tauhid, hukum-hukum syariat Islam, dan berita tentang makhluk. Nah, surat Al-Ikhlas sendiri berisi tentang pembahasan tauhid.
Grosir Tasbih Impor Mesir
Menjual Tasbih Impor dan Perhiasan Impor Mesir , Maroko, Sudan, Iran, Yaman, Bergaransi keaslian , Berdiri sejak 2020
elsubha.comNgentak, RT. 004, Seloharjo, Kec. Pundong, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55771
Sigit Waskito Aji
+6281312340489