KERIS PUTUT ERA SEGALUH, Putut adalah salah satu dhapur keris lurus. Panjang bilahnya beragam, ada yang normal ada yang pendek. Selain itu, permukaan bilah keris dhapur
Putut juga lebar dan rata. Gandik-nya diukir dengan bentuk orang duduk, atau seperti monyet duduk, tanpa ricikan lainnya. Seandainya ada ricikan hanyalah ri pandan atau thingil. Kata ‘Putut’ sebenarnya berarti pendeta atau pertapa muda, tetapi bentuk yang diukir pada gandik keris Putut kadang-kadang lebih menyerupai monyet duduk. Ada juga bentuk dhapur lain yang boleh dibilang sama dengan dhapur Putut, yakni Putut Kembar, bedanya, pada keris dhapur Putut Kembar, bentuk Putut diukirkan bukan hanya pada gandik, tetapi juga di bagian wadidang keris. Di beberapa darah di Jawa Timur keris dhapur Putut dan Putut Kembar sering juga disebut keris Umyang. Sebutan ini sebenernya kurang tepat, karena Umyang sebenarnya bukan nama dhapur keris, melainkan seorang nama Empu yang hidup pada zaman kerajaan Pajang.
PUTUT, dalam istilah Jawa bermakna Murid atau Santri atau Cantrik, seseorang yang berguru atau belajar ilmu (apa saja) pada seorang guru/resi/pandita dsb. Dan tampak dalam posisi duduk bersimpuh (bertapa) : menengadahkan tangan seperti posisi berdoa. Sebagai murid, untuk mencapai suatu ilmu, harus menjalaninya dengan proses tirakat, semedi untuk mencapai keheningan, kebersihan batin, tawakal dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Jika jiwa kita bersih, maka kita akan dengan mudah menyerap ilmu yang kita pelajari. Sebagai murid, atau orang yang sedang belajar harus bisa menjauhkan diri dari sifat sombong, congkak atau sifat merasa tahu (rumongso biso) harusnya “biso rumongso“. Perlu membuka wawasan, mawas diri, rendah hati, sederhana, andhap ashor dan bersedia belajar dari orang lain. Itulah laku yang harus dijalankan oleh murid / santri / cantrik di jaman dulu, kemarin, sekarang serta jaman-jaman seterusnya. Itulah pakem sejati seorang murid.
Kembali ke masalah bias nama – dinamakan umyang karena Putut ini sibuk “ngumyang” (umek, sibuk, berusaha keras sambil ngomel dan berceloteh). Kata Umyang sendiri, menurut arti lain bahasa jawa adalah seseorang yang “ngumyang” atau menggigau/tidak sadar. Jadi figur manusia pada dhapur Putut tersebut dianggap sebagai “prewangan” yang membantu pemilik pusaka tersebut melancarkan maksud-tujuannya. Rasanya logika penamaan ini cukup masuk akal.
Ada pula yang mengatakan bahwa nama sebutan Umyang adalah sebutan bagi sepasang puthut/badjang dan “kegunaan” keris tersebut. Jenis keris umyang menurut mitos di masyarakat ada beragam. Ada Umyang Jimbe, Umyang Tagih, Umyang Beras, Umyang Panimbal, Umyang Tombak dan lain sebagainya. Melihat penamaan keris ini, bisa langsung ditebak bahwa tujuan utama sang pembuat dan pemilik keris ini berintensi mendapatkan bantuan atau pertolongan dari piandel tersebut. Umyang Jimbe dipercaya bisa membantu melancarkan usaha dan menghalau rintangan, Umyang Panimbal dipercaya bisa mendatangkan / memanggil rejeki, Umyang Tagih membantu pemiliknya menagihkan utang-utang orang lain kepadanya, bahkan Umyang Beras diyakini bisa membuat beras yang ada di tempat beras tidak akan habis. Wallahualam.
TANGGUH SEGALUH, Jika dirunut dari Serat Centhini hingga Serat Panangguhing Duwung memang tidak diketemukan tangguh Segaluh. Namun jika kita membuka buku Ensklopedi Keris (2004) karangan Bambang Harsrinuksmo, tangguh Segaluh justru disebutkan paling awal diantara 20 tangguh yang lain. Lebih lanjut mengenai tangguh Segaluh: mempunyai pasikutan kaku tetapi luruh. Besinya terkesan kering, warnanya hitam pucat kehijauan. Pamornya kelem. Panjang bilahnya bermacam-macam, ada yang panjang, ada pula yang pendek. Gandik-nya maju ke depan, sehingga ganjanya selalu panjang. Dalam Buku Keris Jawa Antara Mistik dan Nalar karangan Haryono Haryoguritno (2006), tangguh Segaluh justru dimasukkan dalam tangguh sepuh sanget setelah era Jenggala dan Kediri, tahun Masehi 800-1200.
PARA MPU ZAMAN PAJAJARAN SIGALUH, Koesni (1979) dalam bukunya yang berjudul Pakem Pengetahuan Tentang Keris mencatat nama Empu yang hidup di jaman Pajajaran Sigaluh, antara lain :
Mpu Anjani adalah semula kawulanegara Pajajaran Makukuhan, tetapi pindah ke negeri Sigaluh, sebab sang Empu ini oleh Raja Pajajaran disangkakan akan mencintai putri selir Prabu Permanadikesuma. Walau pada akhirnya raja Pajajaran tersebut meminta maaf atas kekeliruannya, namum Mpu ini terlanjur meninggalkan negeri tersebut dan mengabdi di negeri Sigaluh. Kejadian ini sekitar tahun ± 1150 M. Karyanya berupa dua (2) keris yang bernama Kyai Blarakijo dan Kyai Blabak.
Mpu Maja dan Mpu Omayi adalah pasangan suami-istri yang hidup pada zaman Sigaluh juga. Keduanya banyak membuat keris-keris pusaka, hanya sayangnya karya-karyanya tidak disebutkan dhapur maupun nama gelarnya.
Grosir Tasbih Impor Mesir
Menjual Tasbih Impor dan Perhiasan Impor Mesir , Maroko, Sudan, Iran, Yaman, Bergaransi keaslian , Berdiri sejak 2020
elsubha.comNgentak, RT. 004, Seloharjo, Kec. Pundong, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55771
Sigit Waskito Aji
+6281312340489