KERIS PASOPATI ERA MAJAPAHIT, ada yang menyebut dengan nama Pasupati. Adalah salah satu bentuk dhapur keris lurus yang sangat populer karena banyak dicari oleh para
pecinta tosan aji. Keris Pasopati sangat mudah dikenali karena memakai ricikan yang khas, yakni kembang kacang pogog, dimana ‘belalai’-nya seolah terpotong di bagian pangkalnya. Namun kembang kacang yang pendek itu bukan disebabkan patah, melainkan dari awal pembuatan sengaja mengikuti kelengkapan suatu ricikan atau pakem. Selain itu keris Pasopati memakai jalen, lambe gajah, sogokan, tikel alis, sraweyan, dan greneng. Keris Pasopati biasanya juga memakai ada-ada sehingga permukannya tampak seperti nggigir sapi dan kontur bilahnya menampilkan kesan ramping.
Apabila kita membaca Serat Pustakaraja Purwa, dhapur Pasopati bersama dengan patrem, cundrik, lar ngatap serta senjata lain seperti cakra, kunta, katana, cundha, sarata, kalaka, sakri, nagapasa, sanggali, dibabar pertama kali oleh Empu Ramadi yang merupakan Bapak Empu di Tanah Jawa pada masa pemerintahan Sri Paduka Maharaja Budda tahun Jawa 152 di Medhangkamulan, ibukota kerajaan Mataram Kuno (diperkirakan berada di Gunung Lawu), yang pada waktu itu pulau Jawa masih menyatu dengan Sumatra sebelum letusan Gunung Krakatau.
Agak berbeda memang dengan pemahaman masyarakat perkerisan sekarang yang menganggap dhapur tertua adalah Jalak atau Bethok (budha), padahal jika kita membuka referensi serat kuno justru dhapur seperti Pasopati, Lar Ngatap dan Cundrik yang lebih dulu lahir.
Seperti halnya dhapur Naga Sasra. Megantara dan Singa Barong, konon dhapur Pasopati-pun pada zaman dahulu hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja (Senapati).
PANAH PASOPATI, Dalam dunia pewayangan siapa yang tidak mengenal Arjuna sang pemilik Pasopati? Lelananging Jagad, Jagoning Dewa dan dipuji Dewi-Dewi. Dalam lakon Arjuna Wiwaha, Arjuna mendapatkan Pasopati dari Batara Guru dengan tidak mudah, setelah menyempurnakan tapa bratanya di Gunung Indrakila. Pasopati yang jika digunakan seolah segera menyihir semesta dan tidak akan mindhon gaweni, tepat sasaran dan pasti akan mati.
"Aku adalah Pasopati, pusaka seorang ksatriya pilih tanding lelananging jagad, jagoning dewa. pemberian Sang Hyang Manikmaya – Sang Kuasa Guru Sejati. Aku adalah simbol kemenangan Dharma (kebenaran) dalam melawan Adharma (keburukan) dalam diri, dunia dan alam semesta."
Kakawin Arjuna Wiwaha, pada awal abad ke 11, Mpu Kanwa menulis Kakawin Arjuna Wiwaha diperuntukkan bagi Sri Baginda Prabu Airlangga. Tulisan yang sangat halus dan penuh makna ini layaknya seperti ketika Sri Krishna memberi pelajaran kepada Arjuna dalam Bhagavad Gita. Pemahaman Kakawin Arjunawiwaha itu sangat penting sebagai persiapan Sang Prabu Airlangga yang berusaha mempersatukan Jawadwipa. Karena itu di dalam karya agung ini, pemeran utamanya bukan Dewa, tetapi Ksatria Arjuna sebagai gambaran Sang Prabu Airlangga sendiri.
Pasopati adalah cerminan bahwa hidup adalah suatu proses. Tujuan hidup kita di dunia ini bukanlah untuk memburu keindahan dunia? Atau hanya sekedar untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan keluarga, tetapi lebih dari itu untuk mengembangkan jiwa dan meningkatkan kesadaran agar hidup bermakna bagi sesama dan bagi alam semesta. Dhapur Pasopati dibuat tanpa luk agar sebagai seorang pemimpin tidak goyah pendiriannya, lurus dalam perjalanan hidupnya, serta menjadi seorang pemimpin yang teguh memegang sumpahnya. Karena jihad terbesar justru melawan hawa nafsu diri sendiri. Orang yang berhasil melawan dirinya sendiri tak akan terkendali oleh orang lain. Ia tidak bisa dibeli, tidak bisa digoda, juga tidak bisa dirayu. Dan saat pengendalian diri telah melekat sebagai tujuan hidup maka kemenangan akan selalu ada di genggaman, dan kesempurnaan dalam hidup akan dapat diraih pula.
KYAI BALABAR, Kisah-kisah mengenai eksekusi musuh politik Raja dengan menggunakan keris salah satunya dapat ditemukan dalam Babad Tanah Jawi, tentu saja yang terkenal adalah kisah Kyai Balabar. Adalah Sang Raja Amangkurat II atau Sunan Amral sendiri yang mengeksekusi Trunojoyo menggunakan keris Kyai Balabar.
JLEEEBB! Suara Kyai Balabar menghujam tubuh Trunojoyo, memecah keheningan senja. Darah menyembur deras dari dada kiri lelaki gagah yang terkapar di lantai. Darah itu seperti tak ada hentinya mengucur dan menggenangi tubuh yang sudah terbujur beku. Lelaki tampan berwajah bengis yang menusukkan kerisnya itu tampak tersenyum puas. Matanya berbinar berkilat-kilat menyiratkan dendam yang sudah terbalas. Itulah sepenggal kisah gelap pada bulan Januari 1680 di pesanggrahan Payak. Trunojoyo, bekas sekutunya sendiri, yang juga adik ipar raja Mataram Kartasura itu, menempuh ajalnya di ujung keris Kyai Balabar, sebilah keris dengan dhapur Pasopati yang sangat nggegirisi. Konon, siapapun yang terkena keris peninggalan Sultan Agung, sekecil apapun goresannya, darahnya akan terus mengucur keluar, belabar (rembesannya melebar dan menyebar) kemana-mana. Tak dapat disembuhkan, dan dipastikan tewas. Trunojoyo yang dikabarkan kebal terhadap segala jenis senjata itupun rubuh dengan darah yang terkuras habis dari tubuhnya, karena tikaman Kyai Balabar.
Grosir Tasbih Impor Mesir
Menjual Tasbih Impor dan Perhiasan Impor Mesir , Maroko, Sudan, Iran, Yaman, Bergaransi keaslian , Berdiri sejak 2020
elsubha.comNgentak, RT. 004, Seloharjo, Kec. Pundong, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55771
Sigit Waskito Aji
+6281312340489